Analisis Film Berbagi Suami
PENDAHULUAN
Film
merupakan salah satu media penyampaian pesan dalam komunikasi massa. Film
mempunyai daya tarik yang cukup tinggi dalam berbagai kalangan masyarakat, dari
ekonomi menengah sampai ekonomi atas, dari anak-anak hingga dewasa. Konstruksi masyarakat
mengenai perempuan sebagian besar juga
terbentuk oleh apa yang selama ini
digambarkan oleh film. Menurut Sobur (2004) dalam (Yohanna: selain membentuk
konstruksi masyarakat akan suatu hal, film juga merupakan rekaman realitas yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikannya ke atas
layar. Masyarakat yang merupakan sumber produksi makna tentunya akan dapat
memahami segala tujuan yang ada dalam sebuah film. Menurut Pratista (2008: 3)
dalam (Ayu, Supandi, & Fatimah:2016:2) melalui pengalaman mental dan budaya
yang dimilikinya, penonton berperan aktif secara sadar maupun tidak sadar untuk
memahami sebuah film.
Dalam
Film Berbagi Suami, diangkat sebuah tema tentang kehidupan poligami dari
kalangan usia, status sosial, dan juga etnis yang berbeda. Film ini terbagi ke
dalam tiga segmen cerita, yaitu cerita dari Salma, ceita dari Siti, dan cerita
dari Ming. Salma yang diperankan oleh Jajang C Noer mewakili kalangan
berpendidikan dengan strata sosial yang tinggi, berprofesi sebagai dokter, dan
bersuami pengusaha yang terjun dalam dunia politik. Siti diperankan oleh Shanty
merupakan perempuan dari desa, serta Ming yng diperankan oleh Dominique
merupakan gadis keturunan Tiong-Hoa. Dalam film Berbagi Suami, Salma, Siti, dan
Ming terkadang mereka bertemu diruang publik meskipun tidak saling mengenal
satu sama lain.
Penempatan
posisi perempuan dalam film memang turut mempengaruhi bagaimana pembentukan
representasi perempuan dalam media tersebut. Menurut Sara Mills dalam posisi-posisi
ini dalam arti siapa yang menjadi subjek penceritaan dan siapa yang menjadi
objek penceritaan akan menentukan struktur teks dan bagaimana makna
diberlakukan (Eriyanto,2001:200). Sebagai objek, perempuan menjadi pihak yang
didefinisikan, dijadikan bahan penceritaan dan ia tidak bisa menampilkan
dirinya sendiri.
LANDASAN TEORI
Tarigan (1993:24) dalam
(Purnomo&Lahade:2015:4) mendefinisikan analisis wacana (critical discourse
analysis) sebagai studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya
lagi, analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi bahasa. Penelitian
dengan menggunakan analisis wacana menurut Potter (1996:137)
(Purnomo&Lahade:2015:4), dimaksudkan untuk menemukan dimensi-dimensi sosial
dan ideologis dari bahasa atau beberapa sistem representasi seperti bahasa
lain, misalnya film atau program televisi. Menurut Mills (1997) dalam
(Tanesia:2013:52) analisis wacana kritis lebih terfokus pada kekuatan hubungan
dan cara untuk membentuk produksi dari ucapan dan teks, tapi metodologi mereka
sudah terpengaruh oleh linguistik dan teori kultural, dan mereka mampu
memberikan model yang lebih kompleks dari fungsi wacana dan efek bagi para
penggunanya.
Dari
sekian banyak model analisis wacana yang berkembang hingga saat ini, model Sara
Mills merupakan model analisis wacana yang menaruh titik perhatian utama pada
wacana mengenai feminisme. Seperti analisis wacana yang lain, Sara Mills
menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dalam analisisnya. Bagaimana
suatu pihak, kelompok, orang, gagasan, atau peristiwa ditampilkan dengan cara
tertentu dalam wacana yang mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh
khalayak. Sara Mills menganalisis wacana pada bagaimana posisi-posisi aktor
ditampilkan dalam teks. Posisi-posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subjek
penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan bagaimana
struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara keseluruhan.
Selain itu, Sara Mills juga memusatkan perhatian pada pembaca dan penulis yang ditampilkan
dalam teks. Bagaimana pembaca mengidentifikasi dan menempatkan dirinya dalam
penceritaan teks. Posisi semacam ini akan menempatkan pembaca pada salah satu
posisi dan mempengaruhi bagaimana teks itu hendak dipahami dan bagaimana pula
aktor sosial ini ditempatkan. Pada akhirnya cara penceritaan dan posisi-posisi
yang ditempatkan dan ditampilkan dalam teks ini membuat satu pihak menjadi
legitimate dan pihak lain menjadi illegitimate (Eriyanto, 2001).
Dalam model analisisnya, Sara Mills
lebih melihat pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks.
Posisi-posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subjek penceritaan dan siapa
yang menjadi objek penceritaan akan menentukan bagaimana struktur teks dan
bagaimana makna diberlakukan dalam teks secara keseluruhan (Eriyanto,
2001:200). Disamping itu, Sara Mills juga menaruh perhatian pada bagaimana
pembaca dan penulis (dalam konteks penelitian ini yaitu penonton dan media)
ditampilkan dalam teks.
1. Posisi Subjek-Objek
Analisis atas bagaimana posisi-posisi aktor dalam teks
(program) ditampilkan secara luas akan menyingkap bagaimana ideologi dan
kepercayaan dominan bekerja dalam teks. Posisi sebagai subjek atau objek dalam
representasi mengandung muatan ideologis tertentu.
a.
Posisi ini akan
menunjukkan batas tertentu sudut pandang penceritaan. Artinya sebuah peristiwa
atau wacana akan dijelaskan dalam sudut pandang subjek sebagai narator dari
suatu peristiwa. Dengan demikian, pemaknaan khalayak akan tergantung kepada
narator sebagai juru warta kebenaran.
b.
Sebagai subjek
representasi narator bukan hanya memiliki keleluasaan dalam menceritakan
peristiwa tetapi juga menafsirkan berbagai tindakan yang membangun peristiwa
tersebut, dan kemudian hasil penafsirannya mengenai peristiwa itu digunakan
untuk membangun pemaknaan dia yang disampaikan kepada khalayak.
c.
Proses
pendefinisian tersebut bersifat subjektif, maka perspektif dan sudut pandang
yang dipakai tersebut akan turut berpengaruh terhadap bagiamana sebuah
peristiwa dideifinisikan. Dalam wacana feminis, posisi (subjek-objek) dalam
wacana akan turut menempatkan posisi perempuan ketika ditampilkan dalam sebuah
wacana.
2. Posisi Pembaca (Penonton)
Model
yang diperkenalkan oleh Sara Mills mengasumsikan bahwa teks adalah suatu hasil
negosiasi antara penulis (media) dan pembaca (penonton). Oleh karena itu, Sara
Mills berpandangan dalam suatu teks posisi pembaca sangatlah penting dan harus
diperhitungkan dalam teks. Penempatan posisi penonton ini menurut Sara Mills
dilakukan secara tidak langsung (indirect address) melalui dua cara. Pertama,
mediasi yaitu penempatan posisi kebenaran pada pihak/karakter tertentu sehingga
pendengar akan mensejajarkan dirinya sendiri dengan karakter yang tersaji dalam
teks. Kedua, melalui kode budaya atau nilai budaya yang berupa nilai-nilai yang
disetujui bersama, yang dipakai pembaca ketika menafsirkan suatu teks.
PEMBAHASAN
Film Berbagi
Suami mengisahkan tiga kisah perempuan. Tiga perempuan tersebut
berasal dari tiga kelas sosial, ekonomi, dan suku yang berbeda yang kemudian membuka
tabir tentang kehidupan poligami mereka. Salma (Jajang C. Noer) seorang dokter
ahli kandungan yang memiliki kehidupannya mapan dan harus berjuang mempertahankan
keutuhan rumah tangganya. Pak Haji (El Manik), suaminya menikahi perempuan yang
lebih muda (Nungky Kusumastuti) untuk menghindari zinah. Meskipun pada awalnya
Salma keberatan dengan hal tersebut dan hatinya terluka, tetapi pada akhirnya
Salma menerima alasan suaminya yang berpoligami karena tidak ingin berzina, dan
dia pun menjalani kehidupan poligaminya. Nadim (Wingky Wiryawan), anak semata
wayang Salma turut menjadi alasan untuk menjalani kehidupan poligaminya.
Walaupun akhirnya Nadim justru tumbuh menjadi anak yang menentang poligami.
Cerita kedua mengisahan
kehidupan seorang gadis Jawa bernama Siti (Shanty). Siti bercita-cita untuk
memperbaiki kehidupannya di Jakarta dengan menjalani sekolah kecantikan. Selama
di Jakarta, Siti hidup dan tinggal di rumah sempit Pak Lek-nya (Lukman Sardi).
Siti hidup bersama dua istri Pak Lek-nya (Dwi dan Sri) yang diperankan oleh Ria
Irawan dan Rieke Dyah Pitaloka. Hal tersebut yang membuat Siti terbiasa dengan
kehidupan poligami di rumah tangga pamannya ini. Siti tidak pernah menyangka
bahwa pamannya menaruh hati terhadap dirinya dan berniat menikahi Siti sebagai
istri ketiga. Namun, pada akhirnya Siti dengan kedua istri pamannya justru
semakin akrab setelah ia menjadi istri ketiga dan ini membuat situasi rumah
tangga mereka unik.
Ming (Dominique) adalah
seorang perempuan muda keturunan Tionghoa yang bekerja di restaurant bebek
terkenal di Jakarta. Koh Abun (Tio Pakusadewo), koki yang juga pemilik restoran
tidak bisa menyembunyikan keinginannya untuk menikahi Ming. Ming menerima pinangan
Koh Abun karena merasa aman. Meskipun Ming harus menjalaninya secara diam-diam
dari istri pertama (Cik Linda) Koh Abun.
Ruang kehidupan Salma, Siri,
dan Ming berbeda dan mereka tak saling mengenal satu sama lain. Namun, mereka
terkadang bertemu di ruang publik Jakarta yang padat, tanpa menyadari bahwa
mereka mengalami masalah kehidupan yang hampir sama. (http://www.indonesianfilmcenter.com/film/berbagi-suami.html)
Analisis ini dilakukan
terhadap isi cerita dan bahasa yang dipakai dan kata-kata yang digunakan dalam
film Berbagi Suami. Film Berbagi Suami dijadikan sebagai objek yang dianalisis
dengan menggunakan model analisis wacana dari Sara Mills. Analisis wacana dari
Sara Mills menitikberatkan perhatian pada wacana mengenai feminisme. Yakni
wacana yang menggambarkan bagaimana wanita ditampilkan dalam teks, baik dalam
gambar, novel atau foto.
Analisis
Penempatan Posisi Subjek-Objek
Analisis
oleh Wanita (Subjek) dalam Film Berbagi
Suami
Melalui Salma, Siti, dan
Ming, Nia Dinata mencoba menggambarkan karakter perempuan yang dipoligami dari
berbagai dimensi. Walaupun ketiga tokoh ini memiliki latar belakang sosial, ekonomi,
dan etnis yang berbeda, masing-masing mempunyai tujuan yang sama, yaitu mencari
kebahagiaan hidup.
1.
Salma
Salma adalah seorang dokter
ahli kandungan yang memiliki seorang anak. Salma digambarkan sebagai sosok Ibu
yang penyayang kepada anaknya. Selain itu, Salma juga merupakan istri yang
penurut.
“Umi usahain ya, sebenernya nanti malam
Umi harus nemenin Abah kondangan.”
Salma adalah sosok yang penurut terhadap suami. Padahal
anaknya sedang sakit dan ingin ditemani ibunya. Namun, karena harus mengikuti
suami pergi kondangan maka Salma tidak mempunyai pilihan dan harus menuruti
keinginan suaminya.
Ketika
datang ke sebuah acara bersama suaminya (Pak Haji), terjadi sebuah tragedy mati
listrik yang menyebabkan Salma tahu bahwa Pak Haji mempunyai istri lagi. Salma adalah
seorang wanita yang tidak rela dimadu oleh suaminya. Hal tersebut menampilkan
permasalahan atau kesulitan yang dihadapi Salma dalam potongan scene berikut:
“Apa kurangnya Salma, Bang?”
Salma mempertanyakan tentang
kekurangannya sebagai seorang istri kepada suaminya, mengapa suami memutuskan
untuk berpoligami. Selama ini Salma merasa bahwa dalam rumah tangganya tidak pernah
terjadi suatu masalah besar, namun Salma masih belum bisa percaya suaminya tega
melakukan poligami. Keputusan Pak Haji secara sepihak untuk melakukan poligami
secara diam-diam di belakang Salma merupakan bentuk dari kekuasaan suami
terhadap istri (patriarki). Dimana seorang suami dengan kekuasaannya dapat
melakukan semua keinginannya sendiri, dan seorang istri dianggap sebagai
perempuan yang lemah dan harus mengikuti kemauannya.
Konflik
batin yang dialami Salma juga ditampilkan pada potongan scene berikut:
V.O:
“Ketika
rasa sepi datang di saat Abang harus membagi waktunya, saya berusaha tegar di hadapan
Nadim dan di saat lelap tidurnya saya tetap bertahan entah sampai kapan.”
Ucapan yang disampaikan oleh
Salma menunjukan alasan mengapa dirinya harus bertahan dalam kehidupan
poligami. Salma bertahan demi anak semata wayangnya yang bernama Nadim, ia
ingin tetap terlihat tegar dan kuat dihadapan anaknya. Walaupun dalam hatinya
Salma sering merasakan ketidaknyamanan dipoligami, karena Salma merasa sepi
ketika Pak Haji membagi waktu dengan istri mudanya.
Nadim
yang semata wayang Salma tumbuh dewasa dan menjadi anak yang apatis. Nadim
tumbuh menjadi anak yang menentang poligami dan membenci ayahnya karena tidak
bersikap adil terhadap ibunya. Nadim pun menjadi tidak suka dengan abahnya, ini
tergambar pada sikapnya yang dingin pada Abahnya disepanjang cerita pertama
ini. Hal itu diceritakan ketika Salma bangun tidur dan mendapati Nadim tidur
dikamarnya. Berikut potongan scene saat Nadim berbicara dengan Salma:
“Masya
Allah Nadim. Umi kan udah bilang, jangan tidur disini, udah segede gini.
Dimarahin Abah, Kamu”
“Dia
juga gak ada. Kok Abah sekarang kebanyakan dirumah Ica sih Mi?
“Tau
darimana kamu? Dia kan juga punya usaha di Bali”
Nadim merasa ayahnya tidak
bersikap adil terhadap ibunya. Hal ini terlihat jelas dari perkataan Nadim yang
mengatakan bahwa ayahnya jarang pulang ke rumah. Dalam cerita Salma, Pak Haji
tidak bersikap adil, karena jarang pulang ke rumah Salma. Sehingga hal tersebut
menjadikan Nadim kecewa terhadap ayahnya. Namun, Salma tetap memberikan
kepercayaan kepada Pak Haji dan tidak ingin berburuk sangka. Inilah bentuk
kepercayaan dari seorang istri yang tegar meskipun hatinya lemah.
Permasalahan
poligami yang dialami oleh Salma ternyata memunculkan ketidaksukkaannya
terhadap poligami yang dilakukan suaminya. Salma merasa masih cemburu terhadap
istri muda Pak Haji yang bernama Indri. Perasaan tidak suka tersebut Salma
lontarkan pada beberapa scene, salah satunya ketika Salma melihat Pak Haji dan
Indri akan makan di restaurant Koh Abun. Berikut scene ketika Salma melihat Pak
Haji dan Instri keduanya:
Salma (V.O):
“Ternyata
sepuluh tahun belum cukup untuk menghilangkan rasa cemburu”
Ucapan
Salma tersebut menunjukan bahwa dirinya belum sepenuhnya menerima poligami. Ia
menunjukan rasa cemburu yang masih ada meskipun dirinya sudah tau bahwa
poligami tersebut sudah berlangsung 10 tahun. Akan tetapi Salma berusaha untuk
terlihat tegar, terutama didepan anaknya. Menunjukan bahwa Salma adalah sosok
wanita yang kuat.
Sebagai
subjek pencerita, Salma menceritakan dirinya sebagai pihak yang dirugikan dari
poligami. Akn tetapi semangat Salma kembali muncul ketika Pak Haji mengalami stroke.
Pak Haji meminta dirawat di rumah daripada di rumah sakit, dan rumah Salma lah
yang dipilih oleh Pak Haji.
V.O
“Pagi
ini saya merasa sabagai pemenang, walau saya tau ini buka permainan. Melihat
Abang, rasa kasihan mendominasi rasa-rasa yang lain. Melihat Nadim yang sangat
begitu berbakti, semangat merawat Abnag bertambah. Dan saya harus bersiap-siap
membuka pintu rumah ini, slebar-lebarnya untuk siapapun yang ingin menjenguk
Abang.”
Voice
Over diatas menunjukan kesetiaan seorang istri meskipun telah disakiti suami
dan tetap merawat dan melayani suami. Pak Haji yang terkena stroke, dan memilih
dirawat di rumah Salma membuat Salma kembali merasa dianggap sebagai istri
pilihan diantara istri-istri lainnya. Rasa sakit hati Salma sedikit terabaikan karena
mengurus suaminya yang sedang sakit. Nadim yang selama ini kecewa terhadap
Ayahnya mulai menunjukkan rasa bakti dan merawatnya. Hal itu pun menjadi penyemangat
Salma merawat suaminya. Dari sisi gender, perempuan memiliki karakteristik
melayani.
Di
akhir cerita Salma, Pak Haji berpesan kepada Nadim:
“Nadim…
Nanti kalu kamu nikah, istrinya satu saja.” (sambal terbata-bata)
“Lho,
baru bisa ngomong itu topiknya, Bah?”
”Dim,
pusing ngurusnya, satu aja”
Pak
Haji sebagai pelaku poligami akhirnya menyadari tidak enaknya melakukan poligami.
Hal itu ditunjukkan dengan memberi nasihat yang berharga untuk anaknya Nadim.
Bahwa ketika Nadim menikah nanti, istrinya cukup satu saja.
2.
Siti
Poligami juga tergambar
dalam cerita Siti. Siti adalah seorang gadis Jawa yang dibawa dari kampung ke
Jakarta oleh Pak Leknya. Keinginan Siti ke Jakarta adalah untuk kursus
kecantikan. Dari sisi gender, perempuan sangatlah identik dengan cantik. Siti
ingin belajar lebih dalam lagi mengenai dunia kecantikan. Namun, Siti sebagai
subjek pencerita dalam film ternyata menjadi korban dari praktek poligami yang
dilakukannya. Keinginannya untuk kursus kecantikan akhirnya kandas, karena Siti
harus melakukan tugas domestik lainnya.
Sita
dihadapkan pada sebuah kenyataan ketika ia akan dipersunting Pak Leknya. Padahal
Pak Leknya sudah beristri dua, Sri dan Dwi. Siti mau dijadikan sebagai istri
ketiga oleh pamannya karena keadaan yang memaksa dan dia tidak mempunyai
pilihan lain. Siti diceritakan tidak mempunyai keluarga atau pun tempat tujuan
lain yang dapat ia tuju di Jakarta. Akhirnya dengan berurai air mata Siti
menjalani pernikahannya dengan Pak Leknya. Siti pasrah menerima dan menjalankan
kehidupan sebagai istri ketiga, bersama paman dan kedua istrinya yang lain.
Dari sisi gender, Siti digambarkan sebagai sosok yang lemah dan tidak bisa
melawan kekuasaan kaum laki-laki.
“Aku
gak tau kalua dari awal mau dikawinin, Bu Lek.”
Scene
diatas menampilkan penolakan Siti sebelum menerima pinangan Pak Leknya. Siti
tidak mau menyakiti Bu Lek – Bu Leknya karena sudah baik terhadapnya. Dan siti
merasa tidak tau diri ketika menerima pinangan tersebut. Alasan lain Siti
melakukan penolakan ialah ia masih ingin untuk menyelesaikan kursus
kecantikannya.
Siti
menjalani kehidupan sehari-harinya sebagai istri ketiga. Kehidupan poligami
Siti sangatlah menarik, semua istri memiliki hubungan yang harmonis dan saling
mendukung. Keakraban merekalah yang membuat Siti melupakan sedikit
kesedihannya. Mereka bersama-sama melakukan kegiatan domestik bersama-sama. Anak-anak
dari istri terdahulu dirawat dengan baik oleh Siti. Menampilkan sosok perempuan
sebagai seorang penyayang. Siti merasa tulus ketika merawat anak-anak dari
istri pertama dan istri kedua. Berikut potongan scene tentang Siti ketika
mengurus anak-anak:
“Ih
Ibu… Mentang mentang sekarang sudah jadi Ibu, banyak aturannya.”
Gambar tersebut menampilkan
aktivitas Siti yang merawat anak-anak dari istri pertama dan istri kedua. Siti
juga memberikan aturan kepada anak-anak tersebut, seperti menonton TV maksimal
sampai pukul 21:00. Hal tersebut menunjukan bahwa Siti sangat peduli dengan
anak-anak tersebut. Siti tidak mau anak-anak tersebut bangun kesiangan dan
mereka terlambat bersekolah. Meskipun sebenarnya anak tersebut bukanlah anak
kandungnya sendiri.
Selama menjalani kehidupan
poligami, Siti juga mengalami konflik batin. Ia merasakan kenyamanan ketika
bersama Dwi (istri kedua). Kehidupan poligami ini juga dirasa membosankan oleh
Dwi (istri kedua). Bahkan Dwi memutuskan untuk melakukan hubungan lesbian
dengan Siti. Berikut potongan scene:
V.O:
“Ya
Alloh, Gusti… Kenapa aku mau aja di ajak Mba Dwi. Tapi dibalik sikap acuk Mba
Dwi, dia justru memiliki kekuatan. Entah kekuatan apa yang merasukiku.”
V.O:
“Giliran
Mba Dwi dikamar sebelah bersama Pak Lek, aku merasa blingsatan. Mungkin ini
yang namanya cemburu.”
Puncak kedekatan antara Siti
dan Dwi memunculkan keberanian Siti untuk melakukan keinginannya lepas dari
belenggu kehidupan poligami. Siti memutuskan untuk keluar dari rumah yang
ditinggalinya dengan membawa serta Dwi. Dwi adalah orang yang dianggapnya lebih
bisa memberikan ketenangan dan kebahagiaan dibandingkan dengan suaminya sendiri.
Mereka pun memutuskan untuk tinggal bersama.
“Eh,
si Eneng belum bilang tujuannya mau kemana.”
“Mau
cari tempat tinggal baru Pak, tapi belum tau dimana.”
3.
Ming
Ming adalah seorang
perempuan muda keturunan Tionghoa yang bekerja di restaurant bebek terkenal di
Jakarta. Koh Abun, koki yang juga pemilik restoran tidak bisa menyembunyikan
keinginannya untuk menikahi Ming. Ming menerima pinangan Koh Abun karena merasa
aman. Meskipun Ming harus menjalaninya secara diam-diam dari istri pertama (Cik
Linda) Koh Abun.
Kecantikan Ming membuat
banyak lelaki terpesona termasuk Koh Abun dan teman Ming yang berprofesi sebagai
sutradara, Firman (Reuben Elishama). Akhirnya Koh Abun tidak tahan dan berniat menikahi
Ming. Namun Ming meminta dibelikan apartemen dan mobil.
V.O:
“Seandainya
Koh Abun milikku serratus persen, tinggal dirumah kontrakan sempit pun aku
nggak masalah. Tapi keadaannya lain dan aku nggak boleh dibodohi cinta. Aku
harus bisa memanfaatkan kesempatan selagi ada.”
Setelah menikah dengan siasat,
Ming diberikan fasilitas berupa apartemen dan mobil. Tapi Ming masih
berpura-pura tinggal di kontrakan yang lama agar Cik Linda tidak tahu. Kehidupan poligami yang dijalani oleh Ming
menggambarkan keuntungan bagi Ming dan Koh Abun. Bagi Ming, menikah dengan Koh
Abun bukan hanya menaikkan derajat hidupnya. Melainkan, Ming mendapatkan
seorang lelaki yang bisa mengerti dirinya. Ming juga mendapat semua yang dia inginkan
setelah menikah dengan Koh Abun, cinta, harta, dan perhatian. Bagi Koh Abun, mendapatkan
kebanggaan tersendiri karena berhasil meminang gadis muda yang lebih pantas menjadi
anaknya.
Sebagai pencerita Ming dapat
menampilkan dirinya sebagaimana adanya, Ming menjadi istri muda hanya untuk
mendapatkan kenyamanan berupa perasaan “aman” dan juga materi sebagai pembelaan
karena dia tidak mau hidup susah, walau pada akhirnya mungkin cinta datang. Dia
adalah gambaran wanita yang tidak terlalu dirugikan dari praktek poligami yang
dijalaninya.
Kembalinya Cik Linda dari
Amerika, membuat Ming dilabrak oleh Cik Linda dan anak-anaknya. sikap Ming dan
Koh Abun yang mesra, dicurigai banyak pihak dan semua orang sudah menyangka.
Ming dimakimaki oleh Cik Linda dan anak-anak Koh Abun, serta diberhentikan dari
pekerjaannya. Bagian ini dapat dilihat bagaimana Istri pertama Cik Linda Tidak
menyetujui adanya poligami.
V.O:
“Aku
jadi teringat apa yang teah dibilang Firman. Cik Linda sudah tau, dan orang
seperti dia punya strategi sendiri untuk menumpas perempuan seperti aku.
Perempuan yang sudah mengambil hati suaminya.”
Setelah dimaki-maki oleh Cik
Linda dan anak-anaknya, Koh Abun datang menemui Ming di apartemen untu memberi
sejumlah uang. Akhirnya, Koh Abun pindah ke Amerika sekeluarga karena Green
Card yang lama mereka ajukan lolos. Segala aset Ming dijual karena semuanya
beratas namakan Koh Abun. Ming diberikan sejumlah uang untuk membantu masa depannya.
Ming pun membeli sebuah rumah kontrakan sekaligus mengawali masa depannya yang
baru.
Analisis
Poligami oleh Laki-laki (Objek) dalam Film Berbagi Suami
Sebagai objek dalam film,
pihak laki-laki didefinisikan oleh pihak perempuan. Akan tetapi, dalam film ini
masih dapat dilihat pandangan tentang poligami dan sedikit pembelaan dari pihak
laki-lakinya mengenai alasan kenapa mereka melakukan poligami. Hal itu
ditampilkan pada saat istri mereka bercerita.
1.
Pak Haji
Pak
Haji adalah pria yang melakukan poligami karena alasan ibadah. Dirinya igin
menghindari zina. Alasan mengapa dirinya melakukan poligami dicetikan kepada
Salma setelah peresmian perumahan baru milik Pak Haji.
“Abang
cuma ngindarin zinah. Jauhin deh perasaan iri sama dengki ke dia, ntar kamu dosa.”
Analisis
Penempatan Posisi Penonton
Nia
Dinata sebagai penulis skenario mencoba menampilkan realitas poligami yang ada melalui
sebuah cerita film berdasarkan hasil riset yang dilakukannya. Kehadiran ketiga
tokoh utama dalam film yakni Salma, Siti dan Ming, diharapkan dapat mewakili
kehidupan poligami. Ada tiga potret kehidupan poligami yang diangkat oleh Nia
Dinata dengan latar belakang ekonomi dan sosial yang berbeda, dan dengan alasan
yang berbeda-beda pula dalam menapaki kehidupan poligami.
Dari film Berbagi Suami,
penonton diposisikan untuk berada pada posisi perempuan. Penonton digiring
untuk masuk kedalam posisi perempuan dengan menjadikan perempuan sebagai orang
yang mempunyai kendali dalam film tersebut. Memotret kehidupan mereka dengan permasalahan-permasalahan
yang ada dari sudut pandang perempuan. Perempuan disini menggambarkan pemahaman
kepada penonton tentang keadaan perempuan saat mereka tahu dipoligami.
Penempatan posisi perempuan
sebagai pihak utama dalam film tenyata sangat menarik. Penggambaran laki-laki
dalam film ini digambarkan sebagai objek oleh perempuan yang. Hal ini yang
menjadikan penonton berada pada posisi perempuan yang merasakan secara langsung
dampak dari poligami. Laki-laki didalam film ini digambaran sebagai objek.
Penggambaran laki-laki sebagai objek oleh perempuan bukan berarti laki-laki
tersebut merupakan korban, korban yang sebenarnya adalah perempuan. Penempatan
laki-laki sebagai objek untuk menampilkan perempuan sebagai pihak yang secara
langsung merasakan dampak dari poligami.
Potret poligami yang
diangkat oleh Nia Dinata tersebut memang tidak berlebihan bila dikatakan
sebagai potret kehidupan poligami yang ada di Indonesia. Karena kehidupan
poligami dapat terjadi dari berbagai lapisan masyarakat dari kultur manapun. Nia
Dinata menampilkan alasan laki-laki melakukan poligami, dan berbagai alasan
mengapa sang istri menerima mereka dipoligami. Tidak hanya itu, Nia Dinata juga
menggambarkan permasalahan yang ada dalam kehidupan poligami.
Dalam menampilkan permasalahan-permasalahan
dalam kehidupan poligami, Nia Dinata membuat penonton berpikir bahwa
permasalahan-permasalahan tersebut adalah akibat yang khas dan otomatis dari
kehidupan poligami. Padahal permasalahan tersebut dapat juga timbul dalam
kehidupan monogami. Sebagai contohnya dalam kehidupan poligami Pak Lek yang
mempunyai tiga orang istri. Keadaan rumah tangga Pak Lek digambarkan sebagai
rumah tangga yag semrawut, para istri yang tidak sempat merawat diri, tempat
tidur yang berantakan dan lain sebagainya. Kenyataannya kadaan Dalam
menampilkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan poligami, Nia Dinata
membuat penonton berpikir bahwa permasalahan-permasalahan tersebut adalah
akibat yang khas dan otomatis dari kehidupan poligami. Padahal permasalahan
tersebut dapat juga timbul dalam kehidupan monogami. Sebagai contohnya dalam kehidupan
poligami Pak Lek yang mempunyai tiga orang istri, digambarkan keadaan rumah
tangganya yang semrawut, para istri yang tidak sempat merawat diri, tempat
tidur yang berantakan dan lain sebagainya, padahal keadaan seperti itu bisa
juga terjadi pada kehidupan rumah tangga yang monogami. Nia Dinata menampilkan
seluruh filmnya untuk memotret permasalahan yang ada dalam kehidupan poligami,
yang membuat penontonnya untuk masuk dalam film tersebut dan merasakan hidup
sebagai perempuan yang dipoligami. Kenyataannya keadaan seperti itu bisa juga
terjadi pada kehidupan rumah tangga yang monogami.
Eriyanto. 2001.
Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS
ide filmnya keren
BalasHapus