Review Speech Codes Theory dari Gerry Philipsen

Speech Codes Theory
Of Gerry Philipsen

Pengantar
            Gerry Philipsen adalah pencetus Speech Codes Theory. Pada waktu diNorthwestern, Philipse membaca sebuah artikel dari University of Norwegia antropologi dan ilmu bahasa dari Dell Hymes, bahwa “The Ethnography of Speaking”. Hymes menyebut bahwa variasi dari praktek komunikasi mengelilingi dunia. Philipsen dengan tegas memulai studinya di komunitas Chicago dimana ia bekerja dan memberikan nama tersebut “Teamsterville”. Setelah tiga tahun, Philipse berbicara kepada anak-anak di pojok jalan, wanita di depan serambi, laki-laki di pojok bar, dan kepada semua orang di perkampungan dimana dia bekerja bahwa dia bekerja untuk bisa menjelaskan kode-kode bicara pada penduduk di Teamsterville. Dengan kode bicara, Philipsen menunjukan kepada sejarah yang ditetapkan, konstruksi secara sosial sistem dari terminologi, makna, alasan, dan aturan, menyinggung tingkah laku komunikasi. Philipsen menguraikan inti dari teori kode
berbicara dalam dalil yang umum.

Speech Codes Theory
·         Perbedaan Kode Bicara
Dalil 1: Budaya adalah sesuatu yang khas, disitu ditemukan perbedaan kode berbicara.
Philipsen secara berangsung-angsur menemukan bahwa diskusi tentang tempat terkait dengan persoalan apakah seseorang berasal dari lingkungan sekitar. Perhatian ini tidak sekedar sebuah persoalan dari lokasi fisik. Apakah benar atau tidak seseorang ternyata terbentuk dari yang ada disekelilingnya yang berarti solidaritas budaya.
·         Hakekat dari Kode Bicara
Dalil ke-2: Kode berbicara melibatkan perbedaan secara kultural psikologi, sosiologi, dan retorika.
1.      Psikologi
Menurut Philipsen, setipa kode berbicara “thematizes” merupakan sifat dari individu dalam cara memberikan fakta-fakta. Kode teamsterville menegaskan orang sebagai seikat dari peran sosial.
2.      Sosiologi
Philipsen menulis bahwa sebuah kode berbicara menyediakan sistem dari jawaban tentang apa yang berhubungan diantara diri dan yang lainya dapat dengan jelas dicari, dan sumber simbolik dapat dengan benar dan dengan manjur memperkerjakan dalam mencari hubungan itu.
3.      Retorika
Philipse menggunakan istilah retorika dalam dua pengertian dalam penemuan kebenaran dan daya tarik yang persuasif. Kedua konsep datang secara bersamaan melalui Teamsterville  muda dan laki-laki dewasa berbicara tentang wanita.

·         Penafsiran dari Kode Bicara
Dalil ke-3: Makna berbicara tergantung pada kode yang digunakan oleh pembicara dan pendengar untuk membuat dan memahami komunikasi mereka.
Jika kita ingin untuk mengerti arti penting dari latihan berbicara yang mencolok dengan budaya, kita harus mendengar melalui orang berbicara tentang itu dan orang yang merespon juga.

·         Situs dari Kode Berbicara
Philipse meyakinkan bahwa kode berbicara merupakan tampilan umum sebagai seseorang yang berbicara, mereka membuka untuk penelitian oleh siapapun yang cukup peduli untuk mengambil pandangan yang panjang.
Ritual komunikasi mengikuti tipe rangkaian:
1.      Permulaan
Suara dari teman dibutuhkan untuk bekerja melalui masalah interpersonal.
2.      Pengakuan
Mengsahkan kepercayaan orang penting di dalam persoalan dengan ketersediaan untuk duduk dan bercerita.
3.      Perundingan
Memperlihatkan diri teman, pendengar yang percaya dalam sebuah empati dan tidak berpendapat, teman memperlihatkan umpan bali yang terbuka dan berubah.
4.      Penetapan
Teman dan orang kepercayaan mencoba untuk memperkecil perbedaan pandangan, dan mengulangi pengertian pertanyaan dan  berjanji satu sama lain.

·         Kekuatan dari Kode Berbicara dalam Diskusi
Dalil ke-5: Rencana yang licik digunakan untuk membagi kode bicara merupakan kondisi yang cukup untuk meramalkan, menjelaskan, dan mengendalikan bentuk dari percakapan tentang hal yang jelas, pengelolaan yang penuh kehati-hatian, dan moralitas dari tingkah laku komunikasi.

Critism
Teori ini menguraikan secara singkat dan jelas mengenai inti dari kode-kode berbicara. Banyak ahli etnografi yang mengkritik teori dari Philipsen dalam meneruskan teori antar budaya yang dicetuskannya. Philipsen dalam menguraikan kode bicara Nacirema mengalami kegagalan. Philipsen gagal untuk membuka kedok pola dan Philipsen juga tidak angkat bicara dalam masyarakat Teamsterville.

Penerapan
Teori ini cocok diterapkan dalam komunikasi interpersonal. Banyaknya suku dan budaya di Indonesia menyebabkan kita kesulitan berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda budaya dengan kita. Namun perbedaan tersebut akan menjadi mudah apabila orang-orang mampu untu mengkaitkan dengan kajian etnografi. Dalam berkomunikasi kita bisa menggunakan bahasa nasional yang mudah dimengerti dan dipahami oleh masyarakat umum, walaupun berbeda budaya.

Contoh Kasus

Seorang anak sedang duduk di depan rumah, dan melihat seseorang Ibu yang sudah tua berjalan di depan rumahnya. Anak itu mengatakan kepada Ibu itu dengan nada yang keras dan dan menggunakan bahasa ngoko bahwa uang Ibu itu jatuh di depan rumahnya. Ibu itu lalu mengambil uangnya dan mendekati anak itu. Setelah mengucapka terima kasih, Ibu itu menegur si anak untuk berbicara dengan nada yang sopan serta menggunakan bahasa krama. Karena anak itu berbicara dengan orang yang belum ia kenal dan umurnya lebih tua dari dirinya.

Komentar

  1. gerry philipsen buku yang mana ini kak ?

    BalasHapus
  2. Kak boleh tau referensi buku untuk materi speech codes of Gerry Philipsen ini apa yah??

    BalasHapus
  3. Ka bukunya ini terjemahan gak?? Kalo boleh tau nyari dimana yah?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Film Berbagi Suami

Review Teori Anxiety/Uncertainty Management dari William Gundykunst